Hai, hai!
Semarak 17-an sudah terasa dimana-mana nih. Kampung kecil, komplek, hingga
sekolahan dan ruang publik pun berhiaskan warna merah putih. Siapa yang tidak
gembira menuju 70 tahun Indonesia merdeka? *walau
kenyataannya sih belum bener-bener merdeka...tapi setidaknya jauh lebih baik
dari beberapa dekade lalu*
Alright.
Sekarang aku ingin membahas tentang fotografi dokumentasi. Semua orang
pernah, pasti. Memotret khitanan saudara, suasana sekolah, motret orang demo di
pinggir jalan secara spontan, dan sebagainya. Definisiku sendiri untuk
fotografi dokumentasi adalah segala foto yang dihasilkan untuk merekam suasana dan peristiwa tertentu.
Hampir mirip dengan fotografi
jurnalistik, tapi bedanya, dokumentasi
tak selalu mengandung nilai berita. Mengabadikan momen saja, tepatnya. Dan,
ada poin Human Interest-nya. Kompleks juga, ya.
Celemotan
ISO 80, 1/25 s, f/3.4, +0,7 step
Nah, seperti tahun-tahun sebelumnya,
aku selalu kebagian untuk mendokumentasikan acara 17 agustusan di gang rumahku,
Kedinding Lor Flamboyan. Lebih spesifik, foto lomba-lomba anak yang diadakan
Kartar. Langganan. Di sekolah SMA dulu juga. Perlahan-lahan belajar bagaimana
mendapatkan foto-foto momentum yang dapat menceritakan sesuatu.
Mengemban amanah menjadi fotografer
“kelas kampung” dalam momentum lomba anak 17-an, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan. Lomba selalu berjalan cepat. Waktu menjadi sangat berharga
disini. Maka, selalu sigap itu harus. Aku sendiri selalu mengunci fokus (lock mode) hingga ½ shutter. Jadi, ketika anak itu mulai lari mendekati, maka ½ kuncian
tadi akan ku tekan. Hampir tak ada keterlambatan dalam menangkap momen jika
seperti itu.
Nyammm
ISO 100, 1/25 s, f/3.4, +1.0 step
Belut terbang?
ISO 320, 1/25 s, f/3.4, +0,7 step
Foto blur bukan
favorit kebanyakan orang, apalagi objek utamanya yang justru blur, bukan background/foreground.
Objek, bagi banyak orang, haruslah freeze
dan jelas. Sebenarnya, ini hanya masalah perspektif, kondisi dan selera. Foto
wisuda, misalnya, gak mungkin kalau objek utamanya, manusia, dibuat blur. Sebaliknya, foto-foto dengan tense tinggi, seperti olahraga atau
perlombaan, tak terlalu terpaku pada pakem freeze
itu. Blur-blur sedikit gak masalah.
Saking cepatnya malah blur.....
ISO 800, 1/60 s, f/3.4, +0,3 step
Sama halnya dengan foto ini, kita bisa melihat anak
laki-laki ditengah sedang melompat untuk menusuk balon dengan topi berjarumnya.
Terasa suasana perlombaannya. Sayangnya, ada anak-anak kecil didepan peserta
lomba, yang justru menutupi bagian bawah objek dan menghilangkan clean-area dibawah (niatku ingin ada clean area berupa jalanan paving yang
kosong). Tapi, biarlah. Biar ada suasananya.
Eh ciee
ISO 200, 1/25 s, f/3.4, +0,7 step
Momentum juga harus dibaca, bahkan
diramal/diprediksi kapan datangnya. Butuh insting. Seperti foto ini, ketika
satu semangka berisi koin diperebutkan anak kecil, laki-laki dan perempuan,
dimana keduanya saling di-cie cie oleh teman-temannya. Keduanya jadi
sedikit rikuh (salah tingkah) dan itu yang membuat foto lebih terasa
emosionalnya.
Awas, tumpah!
ISO 140, 1/30 s, f/4.5
Masih berbicara soal momentum, penegasan tentang cerita
dibalik foto harus dibuat. Foto ini tentang lomba. Ya, apa buktinya kalau itu
lomba? Wajah yang tegang? Tawa yang tercipta? Peserta yang pontang-panting
untuk memenangkan lomba? Banyak unsur. Di foto ini, sebagian mungkin bisa
diinterpretasikan sendiri.
Balon airnya meledak!
ISO 400, 1/25 s, f/3.4, +0,3 step
Ya, intinya, untuk momen-momen cepat seperti lomba ini,
faktor decisive moment tidak boleh
dilupakan. Decisive moment yang
berarti momen yang terjadi secara kebetulan/tidak sengaja tapi bagus dan
jarang, kadang diperoleh dari keberuntungan. Sayangnya, aku tidak punya satu
pun foto yang menegaskan momen yang kusebut langka itu. Tidak ada yang
benar-benar langka dan istimewa yang terjadi di lomba di kampungku. Apa ini
bisa mewakilkan? Atau setidaknya memberi gambaran tentang apa itu decisive moment?
Not orbs!
ISO 360, 1/25 s, f/3.4, +0,7 step
Bolehkah ini kupanggil decisive
moment juga? Niatnya cuma mau ngambil gambar mereka berdua, ternyata
serbuk-serbuk tepung bertebaran di udara. Aku terkejut, perspektif awalku ini
jelek. Tapi, setelah diamati dan di-zoom,
ternyata lumayan juga (menurutku, bisa saja bagi kalian tidak).
Intinya, fotografi dokumentasi untuk acara lomba 17-an
memerlukan beberapa karakteristik. Harus cepat dan sigap mengambil momen. Harus
bisa membaca momen yang akan terjadi. Harus bisa memotret momen emosional.
Perlihatkan suasana sekitar. Peroleh decisive
moment. Harus kuat memotret dari banyak sudut dan posisi, bahkan jongkok
untuk waktu yang lama atau posisi tidur-tiduran, demi foto yang lebih “kaya”
dan lebih bercerita. Totalitas lah. Semangat!
Nikon Coolpix S3500
Auto mode, with Flash built in
Lokasi : Kedinding Lor Flamboyan Sby
Waktu : 5-12 Agustus 2015, 19.00-21.00
0 komentar:
Posting Komentar